HUBUNGAN PENATAAN RUANG DAN KELENGKAPAN ALAT RUANG RAWAT INAP DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUANG BOUGENVILE RSUD dr. SOEGIRI
LAMONGAN
SKRIPSI
PUGUH JAYA SETIAWAN
NIM: 07.O2.O1.O182
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
LAMONGAN
2011
HUBUNGAN PENATAAN RUANG DAN KELENGKAPAN ALAT RUANG RAWAT INAP DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUANG BOUGENVILE RSUD dr. SOEGIRI
LAMONGAN
SKRIPSI
Diajukan
kepada Prodi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah
Lamongan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar
Sarjana Keperawatan
PUGUH JAYA SETIAWAN
NIM: 07.O2.O1.O182
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
LAMONGAN
2011
|
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit
merupakan pelayanan penyediaan fasilitas rawat inap sesuai dengan yang
tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 2003 maka pembangunan
nasional dibidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, meningkatkan mutu sumber daya manusia serta mutu kehidupan manusia
melalui kemudahan dan pemerataan pelayanan kesehatan untuk menjangkau seluruh
lapisan masyarakat. Tercapainya keadaan ini akan ditandai dengan meningkatnya kesejahteraan
keluarga, meningkatnya produktivitas kerja dan meningkatnya perilaku hidup
sehat di lingkungan masyarakat untuk tercapainya tujuan tersebut, maka
kebijakan kesehatan diarahkan untuk mengembangkan tenaga maupun sarana sehingga
memadai dan mampu berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
(Depkes RI, 2003).
Rumah
sakit sebagai institusi yang bergerak di bidang pelayanan kasehatan mengalami
perubahan, pada awal perkembangannya, rumah sakit adalah lembaga yang berfungsi
sosial, tetapi dengan adanya rumah sakit swasta, menjadikan rumah sakit lebih
mengacu sebagai suatu industri yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan
dengan melakukan pengelolaan yang berdasar pada manajemen badan usaha. Seiring
dengan itu, terjadi persaingan antara rumah sakit baik rumah sakit milik
pemerintah maupun rumah sakit milik swasta, semua berlomba-lomba untuk menarik
konsumen agar menggunakan jasanya (Novianto, 2004).
Pasien akan merasa puas apabila ada
persamaan antara harapan dan kenyataan pelayanan kesehatan yang diperoleh.
Kepuasaan pengguna pelayanan kesehatan mempunyai kaitan yang erat dengan hasil
pelayanan kesehatan rumah sakit baik secara medis maupun non medis, dimana
salah satu pelayanan kesehatan rumah sakit yang non medis adalah penataan ruang
rawat inap (Kotler P, 2002).
Pelayanan
pasien di rumah sakit merupakan suatu produk jasa dimana kepuasan dari pasien
baik dari medis maupun non medis, salah satu kepuasan pelayanan pasien di rumah
sakit adalah dalam segi penataan ruang rawat inap dan kelengkapan alat.
penataan ruang dan kelengkapan alat rawat inap merupakan hal yang sangat
penting dan bagian dari unsure-unsur utama dalam pelayanan kesehatan secara non medis.
Hasil survei awal
yang di lakukan di ruang Bougenville
RSUD dr. Soegiri pada tanggal 19 januari tahun 2011 terhadap 10 pasien rawat
inap didapatkan data 5 pasien atau 50%
yang menyatakan belum puas denagan kondisi yang ada, dan 5 pasien atau 50%
mengatakan sudah puas dengan kondisi yang ada selama di rawat.
Faktor yang mempengaruhi
kepuasan pasien yang di rawat inap yaitu penataan ruang dan kelengkapan alat.
Penataan ruang meliputi; tata ruang rawat inap, pola penataan ruang, pencahayaan,
ventilasi udara, sistim inferior, dan kelengkapan alat meliputi; alat-alat
kesehatan non medis yang ada di ruang rawat inap (gunadarma, 2008). Dari indikator yang mempengaruhi kepuasan
pasien tersebut dapat menimbulkan respon yang berbeda dari pasien yaitu pasien
yang merasa puas terhadap kenyamanan penataan
ruang dan kelengkapan alat ruang rawat inap.
Petugas
kesehatan memberikan peningkatan pelayanan dengan sikap
ramah dan sopan serta berupaya meningkatkan kinerja pelayanan secara optimal dengan
kemampuan pelayanan yang tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup sehingga
pasien rawat inap merasakan kepuasan terhadap penataan ruang yang ada.
Berdasarkan uraian
diatas peneliti tertarik untuk meneliti ketidakpuasan pasien terhadap penataan
ruang rawat inap di ruang Bougenville RSUD dr. Soegiri, karena ketidakpuasan
pasien dapat mempengarui penurunan jumlah rawat inap yang ada di RSUD dr.
Soegiri . Dari uraian di atas terdapat beberapa factor yang mempengaruhi
kepuasan pasien yang di rawat inap Ruang Bougenville RSUD dr. Soegiri, maka peneliti membatasi pada factor panataan ruang dan
kelengkapan alat ruang rawat inap.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakangan di atas,maka dapat di tarik suatu rumus masalah,” Adakah hubungan penataan ruang dan
kelengkapan rawat inap dengan kepuasan pasien di Ruang Bougenville RSUD dr.
Soegiri ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis
hubungan penataan ruang dan kelengkapan ruang rawat inap dengan kepuasan pasien
di ruang Bougenville RSUD dr. Soegiri.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Mengidentifikasi
penataan ruang rawat inap yang ada di ruang Bougenville RSUD dr. Soegiri.
2.
Mengidentifikasi kelengkapan
alat yang ada di ruang
Bougenville RSUD dr. Soegiri.
3. Mengidentifikasi kepuasan pasien terhadap
penataan ruang rawat inap.
4. Mengidentifikasi kepuasan pasien terhadap
kelengkapan alat.
5. Menganalisa hubungan penataan ruang dan
kelengkapan alat rawat inap dengan kepuasan pasien rawat inap.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal
meningkatkan penataan ruang rawat inap yang ada di ruang Bougenville RSUD dr.
Soegiri Lamongan, dan sebagai sarana pembanding bagi dunia ilmu pengetahuan
dalam memperkaya pengetahuan tentang penataan ruang rawat inap.
1.4.2 Praktis
1.
Bagi
institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menambah informasi kepada mahasiswa tentang masalah penataan ruang rawat
inap dalam suatu rumah sakit atau sebuah institusi.
2.
Bagi Rumah sakit
Dengan hasil penelitian ini dapat
dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penataan ruang rawat inap
rumah sakit.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Dengan
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi profesi dalam
usaha peningkatan kepuasan pasien.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini
dapat dijadikan kerangka berfikir dan sebagai informasi untuk meningkatkan
pengetahuan bagi peneliti selanjutnya mengenai penataan ruang rawat inap .
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan di sajikan beberapa
konsep dasar berdasarkan tinjauan pustaka, yaitu : (1) konsep dasar rumah
sakit,(2) konsep penataan ruang, (3)
konsep fasilitas rawat inap, (4) konsep kepuasan pasien, (5) Kerangka konsep
hubungan kepuasan pasien fasilitas, (6) Kerngka konseptual, (7) Hipotesis.
2.1 Konsep Dasar Rumah sakit
2.1.1
Pengertian
Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai arti cukup luas,secara umum rumah sakit merupakan tempat
penyelenggara kegiatan di bidang kesehatan, termasuk pelayanan pemeriksaan dan pengobatan.beberapa acuan
menyebutkan bahwa rumah sakit merupakan:
1. Sarana upaya
kesehatan yang di selenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat
berfungsi sebagai tempat pendidikan tentang kesehatan dan penelitian(perturan
menteri kesehatan RI no.986/MENKES/PER/XI/2001 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit)
2. Kamus besar bahasa
Indonesia , Rumah sakit merupakan rumah tempat merawat orang sakit,tempat menyediakan,dan
memberiakan pelayanan kesehatan yang meliputi berbagai masalah kesehatan.
Rumah
Sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat
inap dan rawat jalan memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang
yang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik, dan melahirkan (permenkes
No 1045/menkes/per/XI/2006).
Menurut
American hospital association dalam Aditama (2003)
menyatakan rumah sakit adalah suatu institusi yang berfungsi utamanya adalah
memberikan pelayanan kepada pasien diagnostic dan terapeutik untuk berbagai
penyakit dan masalah kesehatan baik yang bersifat bedah maupun non bedah.
Rumah Sakit merupakan suatu komplek bangunan atau ruang
yang dipergunakan untuk menampung dan merawat orang sakit maupun bersalin. (Novianto, 2004)
Rumah
Sakit merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dua
jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan
administrasi. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit
rawat jalan dan unit rawat inap, pelayanan kesehatan di RS saat ini tidak saja
bersifat kuratif, tetapi juga (rehabilitative) pemulihan kesehatan,
kuduanya dilakukan secara terpadu melalui upaya promotif dan preventif dengan
demikian.
Rumah
Sakit merupakan suatu organisai pelayanan kesehatan yang paripurna, bukan hanya
melayani individu yang sakit tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat agar
kesehatan tetap terjaga seoptimal mungkin. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang
kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan
oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan
menangani masalah medic modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud
yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/ Menkes/ SK/ XI/
1992, tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, yang menyebutkan bahwa tugas
rumah sakit mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan
secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan upaya rujukan (Siregar, 2003).
Rumah sakit merupakan suatu
institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara
berdaya guna dan berhasil dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan
yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan serta melaksanakan rujukan. Untuk dapat menyelenggarakan upaya-upaya
tersebut dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien
dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada dirumah sakit harus
terintegrasi dalam suatu sistem (Soejitno dkk, 2002) rumah sakit merupakan suatu
sistem dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2.1. Rumah Sakit Sebagai Suatu Sistem (Soejitno dkk, 2002)
Sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rumah sakit di Indonesia
dapat dibedakan atas beberapa macam. Ditinjau dari pemiliknya, maka rumah sakit
di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Rumah Sakit Pemerintah dan
Rumah Sakit Swasta. Rumah Sakit Pemerintah yang dimaksudkan di sini dapat
dibedakan atas dua macam yaitu: Rumah Sakit Pemerintah Pusat dan Rumah Sakit
Pemerintah Daerah. Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat dan Daerah
diklasifikasikan menjadi Rumah sakit umum Akreditasi A, B, C, dan Akreditasi D.
2.1.1
Klasifikasi
Rumah sakit
Klasifikasi berdasarkan pada unsur
pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan (Siregar, 2003). :
1. Rumah Sakit umum Akreditasi A adalah
rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik
luas dan subspesialistik luas.
2. Rumah Sakit umum Akreditasi B adalah
rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas.
3. Rumah Sakit umum Akreditasi C adalah
rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
spesialistik dasar.
4. Rumah Sakit umum Akreditasi D adalah
rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
Ditinjau dari kemampuan yang
dimiliki, rumah sakit di Indonesia dibedakan atas 5 macam yaitu ( Azwar, 1996):
1. Rumah Sakit Akreditasi A adalah rumah
sakit yang mampu memberikan pelayanan kesehatan kedokteran spesialis dan sub
spesialis. Pemerintah menetapkan tipe ini sebagai tempat pelayanan rujukan
tertinggi (top referral hospital) atau disebut pula sebagai Rumah Sakit
Pusat.
2. Rumah Sakit Akreditasi B adalah rumah
sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis luas dan rumah sakit
subspesialis terbatas. Direncanakan rumah sakit tipe ini didirikan di setiap
ibukota Propinsi (provincial hospital) dan menjadi tempat rujukan dari
rumah sakit Kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk kelas A
diklasifikasikan dalam kelas ini.
3. Rumah Sakit kelas C adalah rumah sakit
yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini
terdapat empat macam pelayanan yaitu pelayanan penyakit dalam, bedah, kesehatan
anak serta kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah sakit kelas C ini
didirikan disetiap ibukota Kabupaten (regency hospital) yang menampung
pelayanan rujukan dari Puskesmas.
4. Rumah Sakit kelas D adalah rumah sakit
yang bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah
sakit kelas C. Saat ini kemampuan rumah sakit kelas D hanyalah memberikan
pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Rumah sakit ini juga menampung
rujukan dari Puskesmas.
5. Rumah Sakit kelas E adalah rumah sakit
khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam
pelayanan kedokteran saja. Saat ini telah banyak rumah sakit kelas E didirikan,
misalnya: rumah sakit jiwa, rumah sakit paru, rumah sakit kanker, rumah sakit
jantung, rumah sakit ibu dan anak dan lain sebagainya.
Menurut Siregar (2003), jenis
pelayanan perawatan yang diberikan di rumah sakit ada 2 macam:
1. Perawatan Penderita Rawat Tinggal/ Inap
Perawatan penderita rawat tinggal/inap
di rumah sakit ada lima unsure tahap pelayanan yaitu: Perawatan intensif,
Perawatan intermediet, Perawatan swarawat, Perawatan kronis dan Perawatan
rumah.
2. Perawatan Penderita Rawat Jalan
Perawatan ini diberikan kepada
penderita melalui klinik, yang menggunakan fasilitas rumah sakit tanpa terikat
secara fisik di rumah sakit. Penderita datang ke rumah sakit untuk pengobatan
atau untuk diagnosis atau datang sebagai kasus darurat.
Berdasarkan sistem pengolahan, rumah
sakit dibagi atas (Departemen dalam negeri, 2002);
1.
Rumah sakit pemerintah yaitu
rumah sakit yang system organisasi operasionalnya di selenggarakan oleh
pemerintah.
2.
Rumah sakit swasta yaitu rumah
sakit yang sistem organisasi dan operasional diselenggarakan oleh swasta yang
berbadan hokum yang bertujuan membantu pemerintah di bidang penyediaan
fasilitas medis.
Berdasarkan
jenis pelayanan medis dan tujuan
pengadaan, rumah sakit dibagi menjadi (Departemen dalam negeri, 2002) :
1.
Rumah sakit umum, yaitu rumah
sakit yang memberikan pelayanan medis terhadap segala macam penyakit, termasuk
pelayanan non bersalin.
2.
Rumah sakit pendidikan, yaitu
rumah sakit yang di hubungkan dengan pendidikan yang lengkap spesialisasinya
dan digunakan secara menyeluruh oleh satu fakultas kedokteran bagi pendidikan
dan riset di bidang kedokteran tanpa mengganggu kepentingan penderita.
3.
Rumah sakit khusus, yaitu
tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialisasi tertentu, pelayanan non
penunjang medik, pelayanan perawatan secara rawat jalan, dan rawat inap.
Berdasarkan
peraturan menteri kesehatan RI No.1596/Menkes/PER/11/1988 mengenai klasifikasi
rumah sakit umum pemerintah, di golongkan sebagai berikut:
1.
Akreditas A mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik
luas dan subspealistik luas.
2.
Akreditasi BII mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik
terbatas dan subspealistik terbatas.
3.
Akreditasi BI mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik spesialistik sekurang-kurangnya 11 jenis spesialistik.
4.
Akreditasi C mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik
sekurang-kurangnya 4 jenis spesialistik.
5.
Akreditas
C mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medic
sekurang-kurangnya pelayanan medic dasar.
Menurut
keputusan menteri Dalam negeri (2002) bahwa Rumah sakit daerah mempunyai tugas
melaksanakan upaya kasehatan yaitu, upaya penyembuhan, pemulihan, peningkatan,
dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Rumah Sakit umum Daerah mempunyai
sebagai berikut :
1) penyelenggarakan pelayanan medis
dan non medis.
2) penyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis.
3)
penyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan.
4)
penyelenggarakan pelayanan upaya rujukan.
5)
penyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
6)
penyelenggarakan penelitian dan pengembangan.
7)
penyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
2.1.2
Faktor-Faktor
yang mempengaharui keberhasilan pelayanan di Rumah Sakit
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan The National Research Corporation (NRC) pada rumah sakit,
terdapat 14 faktor yang diperhatikan konsumen rumah sakit yaitu:
1. Kualitas staf medis.
2. Kualitas pelayanan gawat darurat.
3. Kualitas perawatan perawat.
4. Tersedianya pelayanan yang
lengkap.
5. Rekomendasi dokter.
6. Peralatan yang moderen.
7. Karyawan yang sopan santun.
8. Lingkungan yang baik.
9. Penggunaan rumah sakit
sebelumnya.
10. Ongkos perawatan.
11. Rekomendasi keluarga.
12. Dekat dari rumah.
13. Ruangan pribadi.
14. Rekomendasi teman
2.2. Konsep penataan ruang
2.2.1. Tata ruang
Untuk ‘tata ruang’ dan istilah lain yang berkaitan dengan tata
ruang, dapat digunakan pengertian yang ditetapkan pada Pasal 1 UU No. 24/2001
tentang “Penataan Ruang”. Dalam UU tersebut ditetapkan, antara lain:
Ruang
adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai
satu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk hidup lainnya hidup dan
melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata
ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan
maupun tidak.
Penataan ruang adalah proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendaian pemanfaatan ruang.
Rencana
tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
Interior/tata
ruang adalah suatu penataan tata atur ruang suatu bangunan sebagaimana fungsi
ruang tersebut (gunadarma, 2008). Dalam hal ini interior/tata ruang pada
rumah sakit penyakit infeksi terbagi atas zona-zona aman bagi manusia, terdapat
tiga zona yaitu:
1. Zona Garis Merah
Pada
zona ini tidak semua orang diperbolehkan dalam memasuki zona ini tanpa alat
pelindung (masker dan baju yang sterill) karena pada zona ini terdapat
pasien terjangkit penyakit menular dan dapat menular secara langsung ke manusia
lainnya.
2. Zona Garis Kuning
Zona
garis kuning adalah zona peringatan pada manusia agar jika ingin memasukinnya
harus dengan menggunakan masker. Pada zona ini juga terdapat pasien yang
mengidap penyakit menular terhadap manusia lainnya tetapi penularan penyakit
tersebut tidak secara langsung terhadap manusia.
3. Zona Garis Hijau
Zona
garis hijau adalah zona aman bagi manusia. Pada zona ini manusia dapat keluar
masuk dengan aman tetapi tetap dengan mentaati peraturan yang berlaku pada
Rumah Sakit Penyakit Infeksi. Pada zona ini terdapat pasien yang mengidap
penyakit, akan tetapi penyakit yang terdapat pada tubuh pasien tidak menular.
Tata ruang rawat inap rumah sakit kelas
III :
Rumah
Sakit yang mendapatkan paket peningkatan fasilitas tempat tidur kelas III
adalah Rumah Sakit milik pemerintah daerah provinsi maupun milik pemerintah
daerah kabupaten/pemerintah yang melaksanakan program jaminan kesehatan
(Jamkesmas) dan memberikan usulannya ke Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik dengan mempertimbangkan :
1. Bed Occupancy Rate (BOR) kelas III RS.
2. Rasio tempat tidur yang dipergunakan untuk
kelas III dibandingkan dengan total tempat tidur RS
3. Jumlah
tempat tidur yang digunakan untuk kelas III RS.
4. Jenis menu yang diusulkan oleh RS ke Ditjen
Bina Pelayanan Medik (untuk tempat tidur set kelas III saja, atau untuk
bangunan fisik ruang inap kelas III saja, atau kedua-duanya).
5. Sudah pernah atau belum RS memperoleh alokasi
DAK untuk emnu fasilitas tempat tidur kelas III RS.
Persyaratan rawat inap kalas III :
1. Persyaratan Umum
Masih tersedianya lahan untuk peningkatan
fasilitas tempat tidur kelas III RS.
2. Persyaratan Teknis
1) Luas Lahan dan Tata Ruang Bangunan
Pembangunan / rehabilitas ruang rawat inap
kelas III RS harus memperhatikan fungsih sebagai sarana pelayanan kesehatan
serta alur pelayanan kesehatan serta alur pelayanan untuk kelancaran dalam
pelayanan pasien. Oleh karena itu oleh setiap pembangunan / rehabilitas ruang
rawat inap kelas III yang baik, berisi 8 (delapan) set tempat tidur yang
dilengkapi fasilitas penunjang antara lain : selembar, 2 (dua) buah wastafel
serta 2 (dua) buah ceiling fan.
Bila direncanakan membangun /
merahabilitas lebih dari 4 (empat) ruang inap kelas III, pada setiap
pembangunan / rehabilitas 4 (empat) ruang rawat inap (dengan jumlah tidur 32
buah) atau kelipatannya, maka perlu dibangun 1 (satu) ruang inap (Nurse
Station) yang dilengkapi dengan ruang-ruang pendukungnya.
Adapun contoh ukuran luas ruangan bangunan
tersebut diatas adalah sebagai berikut Ruang rawat inap III :
(1) Ruang rawat inap kelas III 8X9 m
= 72 m
(2) 2 buang kamar mandi 2X3 m
= 12 m
(3) Selasar 8X2,5
m = 20 m
Total luas bangunan yang dibutuhkan = 104 m
1. Ruang Perawatan (Nurse Station)
1Ruang
kerja perawatan 3X3 m = 9 m
1Ruang
istirahat petugas 3X3 m = 9 m
1Ruang
mandi petugas 2X1,5 m = 3 m
Total luas bangunanyang dibutuhkan = 21 m
2. Spesifik Teknis Bangunan
1) uang Rawat Inap Kelas III
(1) Lantai terbuat dari keramik kualitas satu
(KW- 1)
(2) Dinding tembok ½ bata berplester dan dicat
(3) Alat dari genting dengan plafon
(4) Ruang rawat inap dilengkapi dengan 2 buah
wastafel dari keramik serta 2 buah keran dan saluran pembuangan
(5) Kamar mandi berlantai keramik kasar (tidak
licin) dilengkapi 1 bak mandi, 1 closed duduk dan 1 gantungan infus
(6) Ventilasi udara sesuai dan dapat tersinari
sinar matahari.
2) Ruang Perawat (Nurse Station)
(1) Lantai terbuat dari keramik kualitas satu
(KW- 1)
(2) Dinding tembok ½ bata berplester dan dicat
(3) Alat dari genting dengan plafon
(4) Ruang kerja perawatan dilengkapi dengan 1
buah wastafel dari keramik serta 1 buah keran dan saluran pembuangan
(5) Kamar mandi berlantai keramik kasar (tidak
licin) dilengkapi 1 bak mandi dan 1 closed duduk
2.2.2 Pola
Penataan Ruang
Pola
penataan ruang disesuaikan dengan zoning,
yaitu pola penataan ruang yang di bedakan menurut area privat, semi publik dan
publik. Selain zoning, pola penataan
ruang disesuaikan dengan peletakan-peletakan ruang menurut gruping. Pola
penataan ruang berikutnya disesuaikan dengan sirkulasi. Ruang dengan sirkulasi
mudah dapat membantu pengunjung dalam menemukan ruang yang di tuju dan yang
paling utama bentukan pola terinspirasi dari
matahari, semakin ke dalam sipasien menemukan penyembuhan. Selain itu
bentuk ruangan lebih mengutamakan
fungsi.
Pola
penataan bentuk, bahan, dan warna dari elemen-elemen pembentuk ruangan menurut
Gunadarma, (2008) :
1. Lantai
Konsep
lantai dalam perancangan rawat inap ini lebih kearah kenyamanan dan dinamis
diterapkan sebagai visualisasi bentukan. Pola-pola pada lantai berbentuk
pengulangan yang konsisten antara garis lengkung dan tegas, 1 Lantai
menggunakan:
1)
Bentuk: bentuk yang digunakan
sesuai dengan arah sirkulasi, pemberian motif yang simpel dengan penggunaan
warna biru dan orange.
2)
Bahan: bahan yang digunakan
menggunakan granit (untuk lantai dengan area yang luas) dan granit juga
mendominasi dengan memberikan kesan hangat dan bersahabat.
3) Warna: warna putih granit dominan digunakan untuk penataan
ruang inferior ini, karena putih
menunjukkan kesan bersih.
2. Dinding
Konsep
dinding menggunakan konsep dari pengulangan yang konsisten dari bentukan
garis-garis dinamis-statis dan bersifat massif-trasparan. Dinding menggunakan:
1)
Bentuk: Pengulangan yang
konsisten, pengulangan yang konsisten Dari garis-garis dinamis dan beberapa
sisi yang tembus pandang atau transparan.
2)
Bahan: Sebagai besar bahan
menggunakan kaca tembus pandang setebal 1,2 cm untuk diaplikasikan pada ruang
rawat inap serta dinding masif.
3)
Warna: Warna sebagaian besar
menggunakan warna putih, biru, orange dan kuning.
3. Plafon
Konsep
plafon menggunakan konsep dinamis dengan adanya beberapa permainan split level
(tinggi rendah plafon),
Plafon menggunakan:
1)
Bahan: dinamis, dengan arah
sirkulasi yang melambangkan matahari, bentuk ini diaplikasikan diarea rawat
inap dan mengikuti pola setiap ruangan.
2)
bahan: sebagaian besar bahan
menggunakan dari gypsum board.
3)
Warna: warna yang digunakan
adalah warna- warna mudah dan tidak terlepas dari karakter bersih yaitu warna
putih.
4. Perabot
Konsep perabot mengambil dari
karakteristik sederhana,
perabot
menggunakan:
1) Bentuk: bentuk perabot merupakan perpaduan
bentuk fungsional.
2)
Bahan: menggunakan bahan
stainlees dan kaca untuk memberi kesan ringan serta terbuka tanpa diberi sekat.
3)
Warna: menggunakan warna hijau,
krom, abu-abu, orange sebagai warna dominan.
5. Element Dekoratif
Konsep
dari elemen dekoratif tidak jauh beda dengan dekoratif perabot, yaitu:
mengambil dari karakteristik bentukan yang sederhana,
Elemen dekoratif menggunakan:
1) Bentuk: stilasi dari analogi bentukan.
2) Bahan: menggunakan material logam,
aluminium, kaca, besi dan memungkinkan menggunakan material seperti fiberglas.
3) Warna: menggunakan warna karakteristik,
yaitu kuning dan putih, orange dan biru sebagai eksen perancangan.
6. Gorden
Konsep Gorden menggunakan konsep dinamis dengan adanya beberapa permainan
split level (tinggi rendah plafon),
Gorden menggunakan:
1)
Bahan: dinamis, dengan arah
sirkulasi yang melambangkan matahari, bentuk ini diaplikasikan diarea rawat
inap dan mengikuti pola setiap ruangan.
2) Bahan: sebagaian besar bahan menggunakan
dari kain parasit/kain biasa.
3) Warna: warna yang digunakan adalah
warna-warna mudah dan tidak terlepas dari karakter bersih yaitu warna putih.
7. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi,
cukup lebar dan dapat mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu
lainnya.
2.2.3 Sistem
Inferior
1. tata suara
konsep
taat suara mengupayakan agar suara-suara dari luar area tidak masuk ke dalam.
peletakan speaker tidak hanya di letakan di lantai tetapi di letakkan
di dinding dan plafon. menggunakan
bahan-bahan yang bersifat akustik, seperti gipsum board, yumen board,
kayu, dan kaca (Gunadarma, 2008).
2. sistem proteksi kebakaran
Sistim
proteksi terhadap bahaya kebakaran di dalam rawat ini di lakukan 2 sistem,
yaitu sistim aktif dan sistim pasif:
1) Sistem aktif, dilakukan dengan 2
cara yaitu secara manual dan secara otomatis.
Secara manual dengan pemadam api ringan dan fire
house/hidran gedung yang berisi kanvas dan penyemprot yang diletakkan di
tempat strategis dan di jangkau. Sedangkan secara otomatis dengan menggunakan
sprengkler dan detektor.
2) Sistem pasif, yaitu dilakukan
dengan cara mencegah dan menghindari bahaya kebakaran sesuai alat bantu bantu
evakuasi di dalam ruangan.
Alat bantu: pintu yang merupakan jalur evakuasi
yang bebas dari bahaya kebakaran dan petunjuk jalan keluar berupa tanda yang
menunjukkan arah keluar yang di letakkan pada jalan-jalan keluar (Gunadarma,
2008).
3) Sistem keamanan
Sistem keamanan di area rawat inap menggunakan
security dan cctv untuk mengintai pengunjung yang (Gunadarma, 2008).
2.2.4
Pencahayaan
Konsep berkesinambungan diaplikasiakn
dalam tata cahaya, yaitu diterapkan pada lampu yang di tutup dengan tutup
transparan dan juga cahaya alami yang dapat masuk kedalam rungan. Sedang posisi lampu merupakan pengulangan jenis dan bentukan pola
lampu yang dipasang secara pararel.
Pencahayaan
menggunakan sistem alami dan buatan. Pencahayaan alami adalah pencahayaan
berasal dari sinar matahari, dan sedangkan pencahayaan buatan adalah cahaya
berasal dari cahaya lampu, seperti general lighting, local of functional
lighting. (gunadarma, 2008)
1. Teori Dasar Mengenai Cahaya
Cahaya
hanya merupakan satu bagian berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang
terbang ke angkasa. Gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu,
yang nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spektrum
elektromagnetisnya. Cahaya dipancarkan dari suatu benda dengan fenomena sebagai
berikut: ( Tanto Gunawan, 2006)
1) Pijar: padat dan cair
memancarkan radiasi yang dapat dilihat bila dipanaskan sampai suhu 1000K. Intensitas meningkat dan penampakan
menjadi semakin putih jika suhu naik.
2) Muatan Listrik: Jika arus
listrik dilewatkan melalui gas maka atom dan molekulmemancarkan radiasi dimana
spektrum merupakan karakteristik dari elemen yang ada.
3) Electro luminescence:
Cahaya dihasilkan jika arus listrik dilewatkan melalui padatan tertentu seperti
semikonduktor atau bahan yang mengandung fosfor.
4) Photoluminescence: Radiasi
pada salah satu panjang gelombang diserap, biasanya oleh suatu padatan, dan
dipancarkan kembali pada berbagai panjang gelombang. Bila radiasi yang dipancarkan kembali tersebut
merupakan fenomena yang dapat terlihat maka radiasi tersebut disebut fluorescence
atau phosphorescence.
2.
Jenis-Jenis Sistim Pencahayaan
Bagian ini
menjelaskan berbagai jenis dan komponen sistim pencahayaan. (tanto gunawan,
2006)
1)
Lampu Pijar
Lampu pijar bertindak sebagai ‘badan abu-abu’ yang secara selektif
memancarkan radiasi, dan hampir seluruhnya terjadi pada daerah nampak. Bola
lampu terdiri dari hampa udara atau berisigas, yang dapat menghentikan oksidasi
dari kawat pijar tungsten, namun tidak akan menghentikan penguapan. Warna gelap
bola lampu dikarenakan tungsten yang teruapkan mengembun pada permukaan lampu
yang relatif dingin. Dengan adanya gas inert, akan menekan terjadinya
penguapan, dan semakin besar berat molekulnya akan makin mudah menekan
terjadinya penguapan. Untuk lampu biasa dengan harga yang murah, digunakan
campuran argon nitrogen dengan perbandingan 9/1.
2) Lampu Tungsten--Halogen
Lampu halogen adalah sejenis lampu pijar. Lampu ini memiliki kawat pijar
tungsten seperti lampu pijar biasa yang digunakan di rumah, tetapi bola
lampunya diisi dengan gas halogen. Atom tungsten menguap dari kawat pijar panas
dan bergerak naik ke dinding pendingin bola lampu (Biro Efisiensi Energi, 2005).
Ciri-ciri:
(1) Efficacy – 12
lumens/Watt.
(2) Indeks Perubahan Warna – 1A.
(3) Suhu
Warna - Hangat (2.500K – 2.700K).
(4) mur Lampu – 1-2.000 jam.
3)
Lampu Neon
Ciri-ciri
lampu Neon
Lampu
neon, 3 hingga 5 kali lebih
efisien daripada lampu pijar standar dan dapat bertahan 10 hingga 20 kali lebih
awet. Dengan melewatkan listrik melalui uap gas atau logam akan menyebabkan
radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan komposisi
kimia dan tekanan gasnya. Tabung neon memiliki uap merkuri bertekanan rendah,
dan akan memancarkan sejumlah kecil radiasi biru/ hijau, namun kebanyakan akan
berupa UV pada 253,7nm dan 185nm. Bagian dalam dinding kaca memiliki pelapis
tipis fospor, hal ini dipilih untuk menyerap radiasi UV dan meneruskannya ke daerah
nampak.
4)
Lampu Sodium
Lampu sodium tekanan tinggi (HPS) banyak digunakan untuk penerapan di luar
ruangan. Efficacy yang tinggi membuatnya menjadi pilihan yang lebih baik
dari pada metal halida, terutama bila perubahan warna yang baik bukan menjadi prioritas.
Lampu HPS berbeda dari lampu merkuri dan metal halida karena tidak memiliki
starter elektroda.
5)
Lampu Uap Merkuri
Lampu uap merkuri merupakan model tertua lampu HID. Walaupun mereka
memiliki umur yang panjang dan biaya awal yang rendah, lampu ini memiliki efficacy
yang buruk (30 hingga 65 lumens per watt, tidak termasuk kerugian balas)
dan memancarkan warna hijau pucat.
Ciri-ciri
(1) Efficacy
– 100 – 200 lumens/Watt.
(2) Indeks
Perubahan Warna – 3 tergantung pada campuran halida.
(3) Suhu
Warna – Kuning (2.200K).
(4) Umur
Lampu – 16.000 jam.
(5)
Pemanasan – 10 menit, pencapaian panas – sampai 3 menit.
6)
Lampu Kombinasi
Lampu kombinasi kadang disebut sebagai lampu two-in-one. Lampu ini
mengkombinasikan dua sumber cahaya yang tertutup dalam satu lampu yang diisi
gas. Salah satu sumbernya adalah tabung pelepas merkuri kuarsa (seperti sebuah
lampu merkuri) dan sumber lainnya adalah kawat pijar tungsten yang disambungkan
secara seri. Kawat pijar ini bertindak sebagai balas untuk tabung
pelepasan yang menstabilkan arus, jadi tidak diperlukan balas yang lain.
Ciri-ciri
(1)
Nilainya biasanya 160 W.
(2) Efficacy
20 hingga 30 Lm/W.
(3) Faktor
daya tinggi 0,95.
(4) Umur
lampu 8000 jam.
7)
Lampu Metal Halida
Halida bertindak sama halnya dengan
siklus halogen tungsten. Manakala suhu bertambah maka terjadi pemecahan senyawa
halida melepaskan logam ke pemancar. Halida mencegah dinding kuarsa diserang
oleh logam-logam alkali.
Ciri-ciri
(1) Efficacy – 80 lumens/Watt.
(2) Indeks Perubahan Warna – 1A –2
tergantung pada campuran halida.
(3) Suhu Warna – 3.000K – 6.000K.
(4) Umur Lampu – 6.000 – 20.000 jam,
perawatan lumen buruk
(5) Pemanasan – 2-3 menit, pencapaian
panas – dalam waktu 10-20 menit.
(6) Pemilihan warna, ukuran, dan nilainya
lebih besar untuk MBI daripada jenis lampu lainnya. Jenis ini merupakan versi
yang dikembangkan dari dua lampu pelepas dengan intensitas tinggi, dan
cenderung memiliki efficacy lebih baik.
(7) Dengan menambahkan logam lain ke
merkuri, spektrum yang berbeda dapat dipancarkan.
8) Lampu
LED
Lampu LED
merupakan lampu terbaru yang merupakan sumber cahaya yang efisien energinya.
Ketika lampu LED memancarkan cahaya nampak pada gelombang spektrum yang sangat
sempit, mereka dapat memproduksi “cahaya putih”.
9)
Komponen Pencahayaan
Elemen yang
paling penting dalam perlengkapan cahaya, selain dari lampu, adalah reflector.
Reflektor berdampak pada banyaknya cahaya lampu mencapai area yang diterangi
dan juga pola distribusi cahayanya. Reflektor biasanya menyebar
(dilapisi cat atau bubuk putih sebagai penutup) atau specular (dilapis
atau seperti kaca).
2.2.5 Tata udara/ventilasi
penghawaan menggunakan system alami
dan buatan. sistem buatan menggumakan system penghawaan menggunakan air
condesioner (AC) dan system alami
menggunakan ventilasi alami dari alami pada masina-masing rungan.
(Gunadarma, 2008).
Ventilasi alamiah harus dapat
menjamin aliran udara didalam kamar/ruangan dengan baik.
1. Luas ventilasi alamiah minimum 15 %
dari luas lantai.
2. Bila ventilasi alamiah tidak dapat
menjamin adanya pergantian udara dengan baik, kamar atau ruangan dilengkapi
dengan penghawaan buatan/mekanis.
3. Penggunaan ventilasi buatan/mekanis
harus disesuaikan dengan peruntukan ruangan.
2.3
Konsep kelengkapan alat
Kelengkapan alat adalah ketersediaan alat
pada suatu tempat atau instansi (Rowland H.S., & Rowland B.L 2001).
Peralatan
kesehatan nonmedis yang ada pada setiap ruang rawat inap kelas III RS berisi 8
set tempat tidur, di mana disetiap set tempat tidur terdiri dari :
1.
Tiap kamar berisi 4 tempat tidur pasien
2.
Almari pasien
3.
Kursi untuk menunggu pasien
4.
Kamar mandi
5.
Tempat cuci tangan
6.
Kipas angin
7.
Buah
tempat tidur dengan kelengkapannya (matras, bantal dan guling).
8.
1
buah nakas.
9.
1
buah tiang infus.
Peralatan
kesehatan dengan variasi yang besar dari jenis dan harga perlu secara selektif
memilih prioritas yang penting, terutama alat yang yang dibeli atau leasing (Rowland
H.S., & Rowland B.L 2001).
Adapun
persyaratan teknis peralatan kesehatan tersebut harus memenuhi seluruh kriteria
di bawah ini (Rowland H.S., & Rowland B.L 2001):
1. Kenyamanan dan keamanan.
2. Kemudahan dalam pemeliharaan.
3. Kemudahan dalam perbaikan.
4. Berkualitas.
5. Kebutuhan dan pemanfaatanya sesuai dengan
situasi dan kondisi setempat.
Ada bermacam fasilitas rawat inap yang
didapat dari rumah sakit, fasilitas rawat inap itu memberikan pelayanan kepada
pengunjung dari pengobatan hingga kenyamanan mengunjungi rumah sakit. Fasilitas
rawat inap yang didapatkan pasien adalah ruang rawat inap, tempat tidur, kamar
mandi, air bersih.
Peralatan
juga sangat bervariasi, maka akan diambil secara global menjadi 5 kelompok yang
relatif penting untuk diperhitungkan yaitu :
1. peralatan medis.
2. peralatan non medis.
3. peralatan
elektronik.
4. komputer.
5. mebeler.
2.4
Konsep Fasilitas Rawat Inap
Fasilitas
rumah sakit beragam dan seringkali sangat spesifikasi seperti bangunan dan
peralatan medis. Seperti bangunan rumah sakit mempunyai
fungsi yang kompleks dan mempunyai variasi tempat dan sifat yang cukup luas.
Maka perlu yang diambil yang sifatnya umum dan relative berlaku di berbagai
tempat.
Fasilitas rawat inap prasarana / wahana
yang meliputi : Branchart 1, Bed 10, Tensi 3, Timbangan 2, Stetoskop 3,
Handscoen, Masker, untuk melakukan atau mempermudah sesuatu dalam rawat inap.
Fasilitas bisa pula dianggap atau dihubungkan dalam pemenuhan suatu prasarana
dalam rawat inap.
Pelayanan rawat inap adalah suatu
kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yang merupakn
gabungan dari beberapa fungsi pelayanan, kategori pasiaen yang masuk rawat ianp
adalah pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi karena penyakitnya.
Rawat inap adalah
pemeliharaan kesehatan Rumah Sakit dimana penderita tinggal/mondok sedikitnya
satu hari berdasarkan rujukan dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan atau Rumah
Sakit Pelaksana Pelayanan Kesehatan lain (DepkesRI, 2001:1).
Rawat inap adalah
pemeliharaan kesehatan Rumah Sakit di mana penderita tinggal/mondok sedikitnya
satu hari berdasarkan rujukan dari Pelaksana (Sabarguna, 2007).
Rawat inap adalah
pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan
yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik
dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit
pemerintah dan swasta, serta puskesmas perawatan depan rumah bersalin, yang
oleh karena penyakitnya penderita harus menginap (Pohan, 2006).
Menurut Revans (2001), bahwa pasien
yang masuk pada pelayanan rawat inap akan mengalami tingkat proses
transformasi, yaitu:
1) Tahap admission
yaitu
pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan dirawat tinggal di rumah sakit.
2) Tahap diagnosis
yaitu
pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.
3) Tahap inspeksi
yaitu
diobsevasi dan dibandingkan pengaruh serta respon pasien atas pengobatan.
4) Tahap tretment
yaitu
berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam program perawatan dan terapi.
5) Tahap kontrol
yaitu setelah dianalisa
kondisinya, pasien dipulangkan pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat
juga kembali keproses untuk di diagnosi ulang.
Kualitas Rawat Inap
Menurut (Jacobalis, 2000) kualitas
pelayan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat di uraikan beberapa
aspek:
1. Penampilan keprofesian atau aspek klinis.
Aspek ini menyangkut
pengetahuan, sikap dan, perilaku dokter dan perawat dan tenaga profesi lainnya.
2.
Efisiensi dan Efektifitas
Aspek ini menyangkut
pemanfaatan semua sumber daya agar dapat berdaya guna dan berhasil guna.
1) Keselamatan pasien
Aspek
ini menyangkut keselamatan dan keamanan pasien.
2) Kepuasan pasien
Aspek
ini menyangkut fisik, mental dan, sosial pasien terhadap lingkungan Rumah
sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya
yang diperlukan Menurut Adjie Maslihuddin, (1998) mutu asuhan pelayanan rawat
inap dikatakan baik apabila;
(1)
Memberikan rasa tentram pada pasien yang biasanya orang sakit.
(2)
Menyediakan pelayanan yang benar profesional dari setiap strata pengelola Rumah
sakit. Pelayanan ini bermula sejak masuknya pasien ke Rumah sakit sampai
pulangnya pasien.
Dari dua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut:
1) Petugas penerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus
melayani dengan cepat karena pasien memerlukan penanganan segera.
2) Penanganan perawat harus mampu pasien menaruh kepercayaan bahwa
pengobatan yang diterima secara benar.
3) Penanganan oleh dokter yang profesional akan menimbulkan kepercayaan
pasien bahwa mereka tidak salah memilih puskesmas.
4) Ruangan yang bersih dan nyaman memberikan nilai tambah pada puskesmas.
5) Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional.
6) Lingkungan puskesmas yang nyaman.
Standart
ruang rawat
inap kelas
II cukup luas dengan tata ruang yang nyaman dan artistik sesuai dengan
psikologis pasien. Fasilitas ruang rawat inap kelas II yang disediakan
adalah :
1. Tiap kamar berisi 2
tempat tidur pasien
2. Almari pasien
3. Kursi untuk menunggu
pasien
4. Kamar mandi
5. Tempat cuci tangan
6.
Kipas angin
7.
Makan 3 hari sekali dengan menu yang bercita rasa dan sesuai standar gizi
rumah sakit
Standart ruang rawat inap kelas III cukup luas dengan tata
ruang yang nyaman dan artistik sesuai dengan psikologis pasien. Fasilitas ruang rawat inap kelas III yang disediakan adalah
:
1. Tiap kamar berisi 4 tempat tidur pasien
2. Almari pasien
3. Kursi untuk menunggu pasien
4. Kamar mandi
5. Tempat cuci tangan
6. Kipas angin
7. Makan 3 hari sekali dengan menu yang bercita rasa dan
sesuai standar gizi rumah sakit
2.5 Konsep Kepuasan Pasien
Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan
kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya,
ketidak puasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan
kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan apa
yang disebutkan diatas, pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut.
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat
dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien
membandingkannya dengan apayang diharapkannya. Kepuasan pasien merupakan nilai
subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan Walaupun subjektif tetap
ada dasar objektifnya, artinya walaupun penilaian itu dilandasi hal di bawah
ini (Boy.S, 2004:8).
Kepuasan adalah perasaan yang
dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome
produk yang dirasakan dalam hubunganya dengan harapan seseorang (Kotler dalam
Wijono, 2000).
Teori kepuasan menekankan
pemahaman faktor-faktor dalam individu yang menyebabkan mereka bertindak dengan
cara tertentu (Stoner, 1996). Individu mempunyai kebutuhannya sendiri sehingga
dimotivasi untuk mengurangi atau memenuhi kebutuhan tersebut, artinya individu
akan bertindak atau berperilaku dengan cara yang menyebabkan kepuasan
kebutuhannya (Stoner, 1996).
Kotler (2002) menandaskan
bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah
membandingkan kinerja atau yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya.
Kesimpulan bahwa kepuasan
pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang
dirasakan. Pengertian ini didasarkan pada disconfimation paradigm dari
Oliver dalam Engel, et al., (1993) dan Tjiptono, (2000).
2.5.1 Tingkat Kepuasan Pasien
Kepuasan merupakan suatu komponen
yang penting dalam pelayanan kesehatan. Kepuasan berkaitan dengan kesembuhan
pelanggan dari sakit atau luka hal ini berkaitan dengan sifat pelayanan
kesehatan itu sendiri berkaitan pula dengan sasaran dan outcome
pelayanan (Wijono, 2000).
Tingkat kepuasan pasien dapat
diukur baik secara kuantitatif ataupun kualitatif (dengan membandingkannya) dan
banyak cara mengukur tingkat kepuasan pasien. Bagaimana cara mengukur tingkat
kepuasan pasien itu diterangkan dalam penjelasan berikut.
Berbagai pengalaman pengukuran
kepuasan pasien menunjukan bahwa upaya untuk mengukur tingkat kepuasan pasien
tidak mudah. Karena upaya untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengukur tingkat kepuasan pasien akan berhadapan dengan suatu kendala kultural,
yaitu terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang enggan atau tidak mau
mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas layanan kesehatan milik
pemerintah. Seperti yang kita ketahui pada saat ini, sebagian besar fasilitas
layanan kesehatan yang digunakan masyarakat dari golongan strata bawah adalah
fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah.
Tingkat kepuasan pasien yang
akurat dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan. Oleh sebab
itu, pengukuran tingkat kepuasan pasien perlu dilakukan secara berkala,
teratur, akurat, dan berkesinambungan.
Penilaian
kepuasan pasien penting diketahui berikut ini (Boy, 2004):
1)
Bagian dari mutu pelayanan.
2)
Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit.
3)
Berhubungan dengan prioritas peningkatan pelayanan dalam dana yang terbatas,
peningkatan pelayanan harus selektif, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
4)
Analisis kuantitatif. Dengan bukti hasil survey berarti tanggapan tersebut
dapat diperhitungkan dengan angka kuantitatif tidak perkiraan atau perasaan
belaka, dengan angka kuantitatif memberikan kesempatan pada berbagai pihak
untuk diskusi.
Kepuasan
pasien menurut Boy (2004) meliputi lima aspek yaitu :
(1) Kenyamanan.
(2) Kelengkapan alat.
(3) Kompetensi petugas.
(4) Hubungan pasien dengan petugas rumah sakit.
(5) Biaya.
Tjiptono (2000) mengungkapkan
bahwa untuk mengukur kepuasan pelanggan ada 3 aspek penting yang saling
berkaitan yaitu :
1.Apa yang diukur
Ada 6 konsep yang
bisa digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan sebagai berikut :
1)
Kepuasan pelanggan keseluruhan (Overall customer satisfaction).
2)
Dimensi kepuasan pelanggan.
3)
Konfirmasi harapan (Confirmation
of expectations).
4)
Minat pembelian ulang (Repurchase
intent).
5)
Kesediaaan untuk
merekomendasikan (Willingness to recommend).
6)
Ketidakpuasan pelanggan (Customer
dissatisfaction).
2.Metode pengukuran
Ada beberapa metode yang dapat
dipergunakan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggan, diantaranya:
1) Sistem keluhan dan saran
Pemberi jasa perlu memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran,
pendapat dan keluhan mereka.
2) Survei kepuasan pasien.
Melalui survei akan diperoleh tanggapan
dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda
positif bahwa pemberi jasa menaruh perhatian kepada pelanggannya.
3) Ghost shopping
Metode ini dilaksanakan dengan
cara mempekerjakan beberapa orang berperan sebagai pelanggan produk perusahaan
pesaing.
4) Lost customer analysis
Metode ini dilaksanakan dengan
cara menghubungi pelanggannya yang telah berhenti membeli.
3. Skala pengukuran
Ada beberapa skala pengukuran
diantaranya :
1)
Skala 2 poin (Ya-Tidak).
2)
Skala
4 poin (Sangat tidak puas-Tidak puas-Puas-Sangat puas).
3)
Skala
5 poin (Sangat tidak memuaskan – Tidak memuaskan – Netral – Memuaskan – Sangat
memuaskan).
Menurut Sigh dalam Tjiptono (2000),
pelanggan yang tidak puas akan bereaksi dengan tindakan yang berbeda, berkaitan
dengan hal ini ada tiga kategori tanggapan atau complaint terhadap
ketidakpuasan yaitu :
1.Voice
Response
Kategori
ini adalah menyampaikan keluhan secara langsung dan atau meminta ganti rugi
pada perusahaan yang bersangkutan, manfaat perusahaan sekali lagi kepada
perusahaan.
2.Private
Response
Tindakan
yang dilakukan antara lain memperingatkan atau memberi tahu kolega, teman atau
sekeluarganya mengenai pengalamannya dengan produk atau jasa perusahaan yang
bersangkutan. Umumnya tindakan ini sering dilakukan dan dampaknya sangat besar
bagi citra perusahaan.
3.Third
Party Response
Tindakan yang dilakukan
meliputi usaha meminta ganti rugi secara hukum, mengadu lewat media massa atau
secara langsung mendatangi lembaga konsumen, instansi hukum dan sebagainya.
Kadangkala menyebarkan keluhannya kepada masyarakat luas karena secara
psikologis lebih luas.
2.6. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual hubungan
kepuasan pasien dengan penataan ruang kelengkapan alat rawat inap dapat dilihat
dalam gambar 2.2 sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Hubungan Penataan ruang dan
kelengkapan alat Rawat Inap Dengan Kepuasan Pasien di ruang bougenvil RSUD
soegiri tahun 2011
Keterangan :
2.6.1
Kerangka Konsep Hubungan
Penataan Ruang Dengan Kelengkapan Alat Kepuasan Pasien
Kerangka
konseptual merupakan kerangka fikir mengenai hubungan antar variabel-variabel
yang terlibat dalam penelitian atau hubungan antar konsep dengan konsep lainnya
dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada studi
kepustakaan.
Konsep dalam hal ini adalah suatu abstraksi atau gambaran yang
dibangun dengan menggeneralisasikan suatu pengertian. Oleh karena itu, konsep
tidak dapat diamati dan diukur secara langsung. Agar supaya konsep tersebut
dapat diamati dan diukur, maka konsep tersebut harus dijabarkan terlebih dahulu
menjadi variabel-variabel.
Kerangka konsep yang berhubungan
dengan penelitian yang dilakukan dapat di jelaskan sebagai berikut : yaitu
kepuasan pasien dipengaruhi oleh penataan ruangan dan kelengkapan rawat inap,
yang mana mempunyai 5 indikator untuk penataan ruang, yaitu tata ruang, pola
penataan ruang, sistem inferior, pencahayaan dan tata udara/ventilasi. Dari
indikator kepuasan pasien tersebut dapat menimbulkan respon yang berbeda dari
pasien yaitu pasien yang merasa puas
terhadap kenyamanan penataan ruang rawat inap, kelengkapan alat,
hubungan pasien dengan petugas, kompetensi teknis petugas, dan biaya perawatan
selama rawat inap.
2.6.2 Hipotesis
H1 :
Ada Hubungan Penataan ruang dan kelengkapan alat Rawat Inap Dengan Kepuasan
pasien di ruang bougenvil RSUD Soegiri.
|
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang 1) Desain
Penelitian, 2) Waktu dan Tempat Penelitian, 3) Kerangka Kerja, 4) Identifikasi
Variabel, 5) Definisi Operasional, 6) Populasi Sampel dan Sampling, 7)
Pengumpulan Dan Analisa Data, 8) Etika Penelitian.
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan
observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena
(Hidayat, 2007).
Desain penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam
mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data dan
mendefinisikan struktur dimana penelitian dilaksanakan (Nursalam, 2003).
Desain penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan metode
analitik yaitu mencari keterkaitan antara dua variabel, pendekatannya dengan
cara cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu
pengukuran atau observasi variabel independen dan dependen hanya satu kali pada
satu saat (Nursalam, 2003).
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan selama tiga bulan
pada bulan April-Mei 2011, dengan tempat penelitian di ruang Bougenvillele RSUD dr. Soegiri
Lamongan.
3.3 Kerangka Kerja
Kerangka kerja merupakan bagian kerja terhadap
rancangan kegiatan penelitian yang akan dilakukan, meliputi siapa yang akan
diteliti, dan variabel yang berhubungan dengan penelitian (Hidayat, 2007).
|
Kerangka kerja
dalam penelitian ini dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut:
Gambar 3.3 Kerangka Kerja Hubungan
Penataan dan kelngkapan alat ruang Rawat Inap dengan Kepuasan Pasien Pada ruang
Bougenville RSUD dr.Soegiri Lamongan pada bulan Maret-Mei 2011
3.1 Identifikasi Variabel
Variabel adalah perilaku atau karakteristik
yang memberikan nilai berbeda terhadap
sesuatu (Nursalam, 2003).
Variabel dalam penelitian ini adalah :
3.1.1 Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel
yang nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2003). Variabel independen
dalam penelitian ini adalah penataan ruang dan kelengkapan alat ruang rawat
inap di ruang Bougenville RSUD dr. Soegiri Lamongan.
3.1.2 Variabel Dependen
Variabel Dependen adalah variabel
akibat atau variabel yang terpengaruh variabel lain (Soekidjo, 2002). Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan pasien di ruang Bougenvillele
RSUD dr. Soegiri Lamongan.
3.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah definisi
berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut
(Nursalam, 2003).
Tabel Definisi
: Operasional Hubungan Penataan ruang dan kelengkapan alat Rawat Inap
dengan Kepuasan Pasien Pada RSUD dr.Soegiri Lamongan
3.1 Populasi, Sampel dan Sampling
3.1.1
Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Soekidjo Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh
pasien yang menjalani rawat inap di ruang Bougenville RSUD dr.Soegiri pada
bulan 21 Maret - 28 Mei 2011 dengan jumlah 110 responden.
3.1.2 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi
untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara – cara yang
ditempuh untuk pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar – benar
sesuai dengan keseluruhan objek penelitian (Nursalam, 2003).
Dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling yaitu
pengambilan sampel secara acak sederhana dengan cara undian (Soekidjo
Notoatmodjo, 2005), yaitu responden sebanyak 110 diminta untuk mengisi lembar
kuesioner selanjutnya kuesioner di acak atau di undi oleh peneliti sampai
peneliti memperoleh sampel yang diharapkan sebanyak. Peneliti melakukan cara
ini karena untuk menjaga etika dalam
penelitian.
3.1.3 Sampel
Sampel
adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2005). Sampel
penelitian ini adalah sebagian pasien yang menjalani rawat inap di ruang
Bougenvillele dr.RSUD Soegiri pada bulan Maret-Mei 2011, dengan menggunakan
perhitungan rumus sampel adalah sebagai berikut:
Keterangan:
n : Perkiraan jumlah sampel
N : Perkiraan besar populasi
Z : Nilai standar normal untuk α
= 0,05 (1,96)
p : Perkiraan proporsi
q : 1-p
d : Tingkat kesalahan yang dipilih
(d = 0,05 )
(Nursalam, 2003)
Rumus
besar sample finith
Diketahui
N : 110 q : 0.5
d : 0.05
p : 0.5
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat
mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Nursalam, 2007).
Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Pasien yang menjalani rawat inap
setelah 3 hari di ruang kelas II dan kelas III Bougenville RSUD dr.Soegiri Lamongan.
2) Pasien rawat inap yang berusia ≥ 20 tahun
3) Pasien dengan kondisi composmentis atau
sadar.
4) Pasien rawat inap yang mau mengisi
kuesioner.
2. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi adalah menghilangkan
atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena
berbagai sebab (Nursalam, 2007).
1) Pasien yang menjalani rawat inap
sebelum 3 hari di ruang kelas II dan kelas III Bougenville RSUD dr.Soegiri Lamongan.
2) Pasien rawat inap yang berusia < 20 tahun
3) Pasien dengan kondisi non
composmentis atau tidak sadar.
4) Pasien rawat inap yang tidak mau
mengisi kuesioner.
3.2 Pengumpulan dan Analisa Data
3.2.1 Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses
pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan
dalam suatu penelitian (Nursalam, 2007).
Setelah mendapatkan ijin dari kampus
dan RSUD dr.Soegiri Lamongan peneliti melakukan pendekatan terhadap responden
untuk mendapatkan persetujuan responden menjadi subyek penelitian yang memenuhi
kriteria. Kriteria disini yang disampaikan dalam kuesioner dengan pertanyaan
sehingga para pasien tinggal menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban ya
atau tidak.
3.2.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpukan data agar pekerjaannya
lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti cermat, lengkap dan sistemastis
sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006). Kuesioner adalah daftar
pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, di mana responden
(dalam hal angket) dan interviewer (dalam hal wawancara) tinggal
memberikan jawaban atau dengan memberi tanda-tanda tertentu (Soekidjo, 2002).
Instrumen penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup yang didasarkan pada tinjauan pustaka. Kuesioner ini terdiri
dari 15 pertanyaan.
3.2.3 Analisa Data
Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan
pengolahan data. Langkah-langkah analisis data:
1. Editing
Editing yaitu upaya ntuk memeriksa kembali kebenaran
data yang diperoleh atau dikumpulkan (Hidayat, 2007). Untuk dapat melakukan
pengolahan data dengan baik, data tersebut perlu diperiksa kembali di tempat
sekolah apakah telah sesuai seperti yang diharapkan atau tidak. Dalam
penelitian ini semua data yang ada pada responden sudah terisi
lengkap,tulisannya jelas, sehingga tidak perlu dilakukan pengambilan responden
baru.
2. Coding
Coding yaitu merupakan kegiatan pemberian kode numerik
(numerik) terhadap data yang terdiri atas beberapa katogori (Hidayat, 2007).
Dengan kode dimana jika responden menjawab dengan benar diberi nilai 1 dan jika
jawaban salah diberi nilai 0, dengan jumlah pertanyaan 15.
3. Scoring
Memberikan skor atau nilai pada jawaban
responden jawaban benar diberi nilai atau skor 1 sedangkan jawaban yang salah
diberi nilai atau skor 0. Hasil jawaban responden yang telah diberi skor
dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah tertinggi lalu dikalikan 100.
Rumusnya
adalah:
Keterangan:
N :
Persentase
Sm :
Jumlah skor tertinggi
Sp :
Jumlah skor yang didapat (Sugiyono, 2006)
Kemudian data di interprestasikan dengan modifikasi penarikan
kesimpulan. Standart penilaian pengatahuan menurut Nursalam (2007) yaitu:
-
Penataan Ruang dan Kelengkapan Alat Rawat Inap baik : 76 – 100%
- Penataan
Ruang dan Kelengkapan Alat Rawat Inap cukup : 56 – 75%
-
Penataan Ruang dan Kelengkapan Alat Rawat Inap kurang : ≤ 55%
4
Tabulating
Tabulating yaitu pengorganisasian data sedemikian rupa
agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan
dianalisis (Budiarto, 2001).
5
Pengolahan
Data
Data yang sudah terkumpul diolah dan diidentifikasi, kemudian untuk
pengujian masalah penelitian menggunakan uji Spearman Rho, untuk
mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, dengan
rumus menurut (Hidayat, 2007) :
Keterangan
rs : Nilai korelasi Spearman Rho
d : Selisih setiap pasangan Rho
n : Jumlah pasangan Rank untuk Spearman (5<
n > 30)
Dengan menggunakan perangkat lunak komputer
program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 11.5 for
windows dengan derajat kemaknaan ρ≤0,05, artinya ada hubungan antara dua
variabel maka H1 diterima.
6
Pembacaan
Hasil Uji Statistika
Dengan menggunakan perangkat lunak komputer
program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 11.5 for
windows.
7
Cara
penarikan kesimpulan
Kesimpulan yang mungkin dibuat berdasarkan
kriteria atau standart yang ditentukan. Standart penilaian kepuasan pasien
menurut Nursalam (2007) yaitu:
- Puas : 76 – 100%
- Cukup
Puas :
56 – 74%
- Tidak
Puas : ≤ 49%
Untuk menentukan prosentase frekuensi jawaban
responden dengan cara membandingkan jumlah jawaban responden dari masing-masing
pertanyaan dengan jumlah keseluruhan responden. Adapun rumusnya sebagai berikut
:
Keterangan
:
P : Prosentase jawaban responden
∑ F : Frekuensi jawaban responden
N : Jumlah responden
Dari hasil analisa data tersebut akan diinterpretasikan dengan skala (Arikunto, 2006) :
Seluruh :
100 %
Hampir
seluruh : 76-99 %
Sebagian
besar : 51-75 %
Sebagian :
50 %
Hampir
sebagian : 26-49 %
Sebagian
kecil : 1-25 %
Tidak
Satupun : 0 %
8
Piranti/
alat yang digunakan untuk menganalisa (manual/ digital)
Proses pengolahan data dibantu dengan
menggunakan perangkat lunak komputer program Statistical Product and Service
Solutions (SPSS) 11.5 for windows.
3.8 Etika Penelitian
Etika yang mendasari dilaksanakannya suatu
penelitian, meliputi:
3.8.1 Informed Concent atau Lembar Persetujuan Menjadi
Reponden
Lembar persetujuan peneliti diberikan kepada responden. Persetujuan diberikan
pada subjek yang diteliti oleh peneliti, sehingga subjek mengetahui maksud dan
tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Dalam penelitian ini semua subjek bersedia diteliti dan bersedia menandatangani lembar
persetujua. (Hidayat, 2007).
3.8.2 Anonimity atau Tanpa Nama
Untuk menjaga kerahasiaan subjek, peneliti tidak mencantumkan nama
subjek pada lembar pengumpulan data, cukup diberi kode tertentu pada lembar
tersebut (Hidayat, 2007).
3.8.3 Confidentiality atau Kerahasiaan
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subjek dijamin oleh peneliti,
hanya kelompok data saja yang akan disajikan atas laporan hasil penelitian
(Hidayat, 2007).
Untuk lebih lengkapnya silahkan Download SKRIPSI HUBUNGAN PENATAAN RUANG DAN KELENGKAPAN ALAT RUANG RAWAT INAP DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUANG BOUGENVILE RSUD Dr. SOEGIRI LAMONGAN RAR di bawah ini.
0 comments:
Posting Komentar