MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN
TEORI THORNDIKE
OLEH
1. JAINUN / D54211098
2. HIDIA
AULIAUTSMAN / D54211094
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN
AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
TAHUN
PELAJARAN 2012/2013
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
tidak lupa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga kami dapat
menyelesaikan penulisan tugas makalah Strategi Pembelajaran ini. Dalam proses
pengumpulan data-data dan juga proses pembuatan makalah ini tidak lepas dari
kerja keras kelompok kami. Makalah yang kami buat adalah mengenai teori belajar
menurut Thorndike
Semoga
dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman kita
tentang seberapa pentingnya m3engetahui teori belajar dari Thorndike. Kami
sadar dalam penulisan makalah ini banyak terdapat beberapa kekurangan. Kami
menerima kritikan dan saran yang bernilai positif demi sempurnan makalah ini.
Surabaya,14
Pebruari 2012
A. TEORI THORNDIKE DALAM BELAJAR
Teori belajar
behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa
terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus
(S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau
berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan
karena adanya perangsang
Thorndike memplokamirkan teorinya dalam belajar ia
mengungkapkan bahwasanya setiap makhluk hidup itu dalam tingkah lakunya
itu merupakan hubungan antara stimulus dan respon adapun teori thorndike ini
disebut teorikoneksionisme. Belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan
respon sebanyak-banyaknya. Dalam artian dengan adanya stimulus itu maka
diharapkan timbulah respon yang maksimal teori ini sering juga disebut dengan
teori trial and error dalam teori ini orang yang bisa menguasai
hubungan stimulus dan respon sebanyak-banyaknya maka dapat dikatakan orang ini
merupakan orang yang berhasil dalam belajar. Adapun cara untuk
membentuk hubungan stimulus dan respon ini dilakukan dengan
ulangan-ulangan.
Dalam teori trial and error ini,
berlaku bagi semua organisme dan apabila organisme ini dihadapkan denagan
keadaan atau situasi yang baru maka secara otomatis oarganisme ini memberikan
respon atau tindakan-tindakan yang bersifat coba-coba atau bias juga
berdasarkan naluri karena pada dasarnya disetiap stimulus itu pasti ditemukakn
respon. Apabila dalam tindakan-tindakan yang dilakukan itu menelurkan perbuatan
atau tindakan yang cocok atau memuaskan maka tindakan ini akan disimpan dalam
benak seseoarang atau organisme lainya karena dirasa diantatara
tindakan-tindakan yang paling cocok adalah itu, selama yang telah dilalakukan
dalam menanggapi stimulus dan situasi baru. Jadi dalam teori ini
pengulangan-pengulangan respon atau tindakan dalam menanggapi stimulus atau
situasi baru itu sangat penting sehingga seseorang atau organisme mampu
menemukan tindakan yang tepat dan dilakukan secara terus menerus agar lebih
tajam dan tidak terjadi kemunduran dalam tindakan atau respon terhadap
stimulus.
Dalam membuktikan teorinya thorndike melakukan
percobaan terhadap seekor kucing yang lapar dan kucing itu ditaruh dalam
kandang, yang mana kandang tersebut terdapat celah-celah yang kecil sehingga
seekor kucing itu bisa melihat makakanan yang berada diluar kandang dan kandang
itu bisa terbuka dengan sendiri apabila seekor kucing tadi menyentuh salah satu
jeruji yang terdapat dalam kandang tersebut. mula-mula kucing tersebut
mengitari kandang bebarapa kali sampai ia menemukan jeruji yang bisa membuka
pintu kandang kucing ini melakuakn respon atu tindakan dengan cara coba-coba ia
tidak maengetahui jalan keluar dari kandang tersebut, kucing tadi melakukan
respon yang sebanyak-banyaknya sehingga menemukan tindakan yang cocok dalam
situasi baru atau stimulus yang ada. Thrndike melakukan percobaan ini
berkali-kali pada kucing yang sama dan situasi yang sama pula. Memang
pertama kali kucing tersebut, dalam menemuka jalan keluar membutuhkan waktu
yang lama dan pastinya mengitari kandang dengan jumblah yang banyak pula, akan
tetapi karena sifat dari setiap organisme itu selalu memegang tindakan
yang cocok dalam menghadapi situasi atau stimulus yang ada, maka kucing tadi
dalam menemukan jeruji yang menyebabkan kucing tadi bisa keluar dari kandang ia
pegang tindakan ini sehingga kucing tadi dalam keluar untuk mendaptkan makanan
tidak lagi perlu mengitari kandang karena tindakan ini dirasa tidak cocok, akan
tetapi kucing tadi langsung memegang jeruji yang menyebabkannya bisa keluar
untuk makan.
C. Hukum-Hukum Belajar
1) Hukum kesiapan “
Dalam belajar seseorang harus dalam keadaan siap
dalam artian seseorang yang belajar harus dalam keadaan yang baik dan siap,
jadi seseorang yang hendak belajar agar dalam belajarnya menuai keberhasilan
maka seseorang dituntut untuk memiliki kesiapan, baik fisik dan psikis, siap
fisik seperti seseorang tidak dalam keadaan sakit, yang mana bisa mengganggu
kualitas konsentrasi. Adapun contoh dari siap psikis adalah seperti seseorang
yang jiwanya tidak lagi terganggu, seperti sakit jiwa dan lain-lain.
Disamping sesorang harus siap fisik dan psikis
seseorang juga harus siap dalam kematangan dalam penguasaan pengetahuan serta
kecakapan-kecakapan yang mendasarinya.
2) Hukum Latihan
Untuk menghasilkan tindakan yang cocok dan memuaskan
untuk merespon suatu stimulus maka seseorang harus mengadakan percobaan dan
latihan yang berulang-ulang, adapun latihan atau pengulangan prilaku yang cocok
yang telah ditemukan dalam belajar, maka ini merupakan bentuk peningkatan
existensi dari perilaku yang cocok tersebut agar tindakan tersebut semakin
kuat(Law of Use). Dalam suatu teknik agar seseorang dapat mentrasfer pesan
yang telah ia dapat dari sort time memory ke long time memory ini di
butuhkan pengulangan sebanyak-banyak nya dengan harapan pesan yang telah di
dapat tidak mudah hilang dari benaknya.
Adapun dalam percobaan Throndike pada seekor kucing
yang lapar yang ditaruh dalam kandang, pertama-tama kucing tadi membutuhkan
waktu yang lama untuk mengetahui pintu kandang tersebut dan untuk menemukan
pintu tersebut membutuhkan pecobaan tingkah laku yang berulang-ulang dan
membutuhkan waktu yang relative lama untuk mendapatkan tingkah laku yang cocok,
sehingga kucing tadi untuk keluartidak membutuhkan waktu yang lama.
3) Hukum Akibat
Setiap organisme memiliki respon sendiri-sendiri
dalam menghadapi stimulus dan situasi yang baru, apabila suatu organisme telah
menetukan respon atau tindakan yang melahirkan kepuasan dan keocokan dengan
situasi maka hal ini pasti akan di pegang dan dilakuakn sewaktu-waktu ia di
hadapakan dengan situasi yang sama. Sedangkan tingkah laku yang tidak
melahirkan kepuasaan dalam menghadapi situasi dan stimulus maka respon yang
seperti ini aka ditinggalkan selama-lamanya oleh pelaku. Hal ini terjadi secara
otomatis bagi semua binantang (otomatisme).
Hukum belajar ini timbul dari percobaan thorndike
pada seekor kucing yang lapar dan ditaruh dalam kandang, yang ditaruh
makanan diluar kandang tersebut tepat didepan pintu kandang. Makanan ini
merupakan effect positif atau juga bisa dikatakan bentuk dari ganjaran yang
telah diberikan dari respon yang dilakukan dalam menghadapi situsai yang ada.
Thorndike mengungkapkan bahwa organisme itu sebagai
mekanismus yang hanya bertindak jika ada perangsang dan situasi yang
mempengaruhinya. Dalam dunia pendidikan Law of Effect ini terjadi pada tindakan
seseoranng dalam memberikan punishment atau reward . Akan
tetapi dalam dunia pendidikan menurut Thorndike yang lebih memegang peranan
adalah pemberian reward dan inilah yang lebih dianjurkan. Teori
Thorndike ini biasanya juga disebut teori koneksionisme karena dalam hukum
belajarnya ada “Law of Effect” yang mana disini terjadi hubungan antara
tingkah laku atau respon yang dipengaruhi oleh stimulus dan situasi dan
tingkah laku tersebut mendatangkan hasilnya(Effect).
D. Prinsip-Prinsip Belajar yang Dikemukakan oleh
Thorndike
1. Pada
saat seseorang berhadapan dengan situasi yang baru, berbagai respon
yang ia lakukan. Adapun
respon-respon tiap-tiap individu berbeda-beda tidak sama walaupun
menghadapi situasi yang sama hingga akhirnya tiap individu mendapatkan
respon atau tindakan yang cocok dan memuaskan. Seperti contoh seseorang yang
sedang dihadapkan dengan problema keluarga maka seseorang pasti akan menghadapi
dengan respon yang berbeda-beda walaupun jenis situasinya sama,
misalnya orang tua dihadapkan dengan prilaku anak yang kurang wajar.
2. Dalam
diri setiap orang sebenarnya sudah tertanam potensi untuk mengadakan seleksi
terhadap unsur-unsur yang penting dan kurang penting, hingga akhirnya menemukan
respon yang tepat. Seperti orang yang dalam masa pekembangan dan menyongsong
masa depan maka sebenarnya dalam diri orang tersebut sudah menegetahui unsur
yang penting yang harus dilakukan demi mendapatkan hasil yang sesuai
dengan yang diinginkan.
3. Orang
cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama. Seperti
apabila seseorang dalam keadaan stress karena diputus oleh pacarnya dan ia
mengalami ini bukan hanya kali ini melainkan ia pernah mengalami kejadian yang
sama karena hal yang sama maka sudah barang tentu ia akan merespon situasi
tersebut seperti yang ia lakukan seperti dahulu yang ia lakukan.
E. Aplikasi Teori Behavioristik terhadap
Pembelajaran Siswa
Aplikasi
Teori Thorndike
Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka
anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk,
reward dan punishment sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar yang
rapi, tenang dan sebagainya.
Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan
ulangan yang ketat atau sistem drill.
Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, dan
pujian.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang
menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk
yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa
disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi
instruksi singkat yng diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun
melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana
sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang
ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi
pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki.
Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi
kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah
tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat
penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif.
Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan
kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti :
Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya
tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam
suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran
yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap
otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa
yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari luar,
dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya
mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar
dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat
dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling
efektif untuk menertibkan siswa.
F. Kelemahan-kelemahan dari teori Thorndike
1. Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus
dan otomatisme belaka disamakan dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku
manusia yangotomatis, tetapi tidak selalu bahwa tingkah laku manusia itu dapat
dipengaruhi secara trial and error. Trial and error tidak berlaku mutlak
bagi manusia.
2. Memandang belajar hanya merupakan asosiasi
belaka antara stimulus dan respon. Sehingga yang dipentingkan dalam belajar
ialah memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan-latihan, atau ulangan-ulangan
yang terus menerus.
3. Karena belajar berlangsung secara
mekanistis, maka penegertian tidak dipandangnya sebagai suatu yang
pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan pengertian sebagai unsur yang pokok
dalam belajar.
4. Implikasi dari teori behavioristik dalam
proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi
pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya
sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau
robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi
yang ada pada diri mereka.
KESIMPULAN
Menurut Thorndike, belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah segala sesuatu yang dapat
merespon atau merangsang apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera.
Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik
ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atau gerakan. Stimulus
dan respon merupakan upaya secara metodologis untuk mengaktifkan siswa secara
utuh dan menyeluruh baik pikiran, perasaan dan prilaku (perbuatan). Salah satu
indikasi keberhasilan belajar terletak pada kualitas respon yang dilakukan
siswa terhadap stimulus yang diterima dari guru.
Dari defines belajar tersebut menurut
Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar dapat berwujud
kongkrit yaitu dapat diamati atau yang tidak dapat diamati. Meskipun dalam
aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, namun ia tidak bisa
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak bisa diamati. Namun
demikian teorinya ini telah banyak memberikan pemikiran dan inspirasi kepada
tokoh-tokoh lain yang datang kemudian. Teori Thorndike ini disebut juga teori
koneksionisme (connectionism).
Kelemahan teori Thorndike adalah mengakui
stimulus dan respon yang tidak bisa diamati dan tidak bisa diukur (an
observabel), dalam belajar mestinya harus didasarkan pada perbuatan atau
tingkah laku yang dapat diamati dan diukur agar hasil belajar benar-benar
berkualitas.
Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba
kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan
pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam
sangkar tersebut tersentuh.
0 comments:
Posting Komentar